Penghormatan kepada Ibu

554321






Oleh: Ustaz Nashih Nashrullah





Bentuk penghormatan kepada ibu bisa beragam. Kesemuanya bermuara pada perlakuan ihsan kepada sosok yang mulia tersebut.



Kasih sayang ibu tak terhingga. Kebaikan yang ia curahkan kepada anak-anaknya, tak pernah terhitung. Cinta kasih ibu laksana mentari menyinari dunia. Terus berbagi cahaya untuk alam semesta, tanpa pamrih. Sekalipun ia dipenuhi dengan panas yang membara.



Seorang ibu mengandung anak dengan segala kelelahan dan risiko yang ada. Bersusah payah melahirkan lalu membesarkannya.



Karena itu, Allah SWT memerintahkan agar manusia mengingat pengorbanan tersebut. "Ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula)." (QS al-Ahqaaf [46]:15). Apa saja tingkatan-tingkatan bentuk penghormatan terhadap ibu?



Menurut Syekh Muhammad bin Ali Asa'awy dalam artikelnya yang berjudulAl-Ihsan ila Al-Umm, pengabdian dan bakti kepada kedua orang tua terutama ibu wajib hukumnya.



Ini merujuk pada surah al-Isra ayat 23-24. Tingkat kewajiban berbuat baikihsan kepada ibu itu bertambah kuat saat anak-anaknya dewasa.



Ia menjelaskan, bentuk ihsan kepada ibu bervariasi. Di level pertama, menjauhkan segala perkara buruk darinya, memberikan hal positif, berinteraksi dengan pekerti yang luhur dan etika kesopanan, peka terhadap perkara yang ia suka dan tidak, berdoa untuknya, dan segalaihsan yang dilakukan bertujuan untuk menggapai ridanya.



Berbakti dan berihsan kepada ibu adalah kunci dikabulkannya doa. Pengabdian kepada sosok ibu, juga dikategorikan sebagai sebab masuk surga. Ini seperti tertuang dalam kisah Uwais. Tabiin tersebut adalah orang yang beruntung.



Rasulullah SAW menyebut, siapa pun yang melihat Uwais maka hendaknya meminta doa ampunan kepadanya. Ini lantaran dirinya terkenal taat dan berbakti pada sang ibunda.



Ini mendorong Umar bin Khatab mencari keberadaan Uwais. Kisah pencarian Umar itu seperti tertuang di riwayat Muslim.



Syekh Asa'awy menjelaskan bila pengabdian yang penuh kepada ibu bisa mengantarkan seorang anak ke surga. Hal ini sebagaimana terjadi pada Haritsah bin an-Nu'man.



Dalam riwayat Ahmad disebutkan, Haritsah masuk surga berkat ihsanyang ia tujukan kepada ibunda. Dan, Haritsah adalah sosok paling berbakti untuk ibu.



Sebaliknya, mereka yang durhaka kepada kedua orang tua, terkhusus ibu, akan mendapatkan ganjaran setimpal. Sanksi yang akan ia terima bukan hanya di akhirat. Juga ia akan menerima akibat ulahnya itu di dunia.



Seperti ditegaskan dalam riwayat Muslim. Setiap perbuatan dosa, Allah akan menunda siksaannya kapan pun Ia berkehendak hingga kiamat. Kecuali durhaka kepada kedua orang tua. 



Allah SWT akan mempercepat siksa bagi pelakunya di kehidupan dunia, sebelum mati. Ini mengingat durhaka--sebagaimana riwayat Bukhari--termasuk pelanggaran berat, dosa besar.



Imam Syafii pernah bertutur dalam syairnya: "Tunduk dan carilah rida ibumu, karena mendurhakainya termasuk dosa besar." 



Ia pun menukilkan kisah seorang sahabat di sudut Ka'bah. Tampak seorang laki-laki tengah menggendong ibunya dan bertawaf bersama.



Sang anak lalu menyenandungkan puisi: "Saya akan menggendongnya tiada henti, ketika penumpang beranjak saya tidak akan pergi, ibuku mengandung dan menyusuiku lebih dari itu, Allah Tuhanku yang Mulia dan Mahabesar."



Ia melihat Abdullah bin Umar dan bertanya, apakah segala yang telah ia lakukan tersebut cukup membalas pengorbanan ibunya? "Tidak sedikit pun," jawab Ibn Umar.



Bagi generasi salaf, penghormatan atas jerih payah mereka tekankan. Mereka menempuh bermacam cara untuk menunjukkan bakti terhadap ibundanya. 



Muhammad bin al-Munakkar, misalnya. Ia sengaja meletakkan kedua pipinya di tanah. Hal itu bertujuan agar dijadikan sebagai pijakan melangkah ibunya.



Ali bin al-Husain tak ingin makan satu meja dengan ibundanya. Alasannya? Ia takut bila merebut menu yang diinginkan ibunya.



Usamah pernah memanjat pohon kurma lalu mengupasnya dan menyuapi ibunya. Kenapa ia melakukan hal itu? Ia menjawab," Ibuku memintanya. Apa pun yang ia minta dan saya mampu, pasti aku penuhi."



Begitulah perhatian salaf terhadap ibu mereka. Aisyah bahkan pernah bertutur, ada dua nama yang ia nilai paling berbakti kepada sosok ibu, yaitu Usman bin Affan dan Haritsah bin an-Nu'man. 



Nama yang pertama tak pernah menunda-nunda perintah ibundanya. Sedangkan yang kedua, dia rajin membasuh kepala sang ibu, menyuapinya, dan tidak banyak bertanya saat ibundanya memerintahkan suatu hal.



Artikel Terkait

Arsip Blog