Ada anggapan yang mengatakan diabetes adalah penyakitnya orang-orang kaya. Tapi anggapan ini tidaklah benar, karena penyakit ini bisa dialami oleh siapa saja termasuk masyarakat menengah ke bawah.
"Salah kalau ini penyakit orang kaya, jangan dipikir diabetes melitus ini orang kaya semua," ujar Dr Ekowati Rahajeng, SKM, MKes selaku direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes
Dr Ekowati menuturkan di Papua banyak ditemukan orang pre-diabetes. Jadi ini bukanlah penyakit orang kaya karena di desa-desa pun juga banyak ditemukan diabetes melitus. Hal ini karena diabetes dipengaruhi oleh aktivitas, diet (pola makan) dan merokok.
"Orang menengah ke bawah lebih banyak merokok, makan mi instan, konsumsi banyak karbohidrat dan lemak. Kalau orang kaya bisa membeli daging yang tanpa lemak, kalau orang menengah ke bawah makan daging yang ada lemaknya seperti tetelan karena harganya lebih murah," tutur Dr Ekowati.
Sementara itu dr Tri Juli Edi Tarigan, SpPD dari RS Cipto Mangunkusumo mengungkapkan jumlah rokok yang dikonsumsi mempengaruhi penyakit diabetes. Rokok ditambah dengan diabetes bisa membuat komplikasi makin cepat, kadar lipid atau kolesterol makin jelek, serta bisa memicu penyakit kardiovaskular.
"Bahan-bahan beracun dalam rokok bisa bikin sel-sel kita menjadi kurang sensitif terhadap insulin sehingga menimbulkan resistensi insulin dan mudah menjadi diabetes," ujar dr Tri dari Divisi Metabolik dan Endokrin, Departemen Penyakit Dalam FKUI-RSCM.
dr Tri menjelaskan bahan racun ini juga dapat merusak dinding pembuluh darah sehingga terjadi gangguan suplai darah. Karena itu jika orang yang diabetes tetap merokok bisa menyebabkan komplikasi lebih cepat terutama yang berhubungan dengan kardiovaskular seperti jantung.
Diabetes melitus tidak selalu penyakitnya orang kaya, karena selain makanan dan kurang olahraga, ada faktor lain yang turut mempengaruhi penyakit ini seperti genetik dan lingkungan.
Seperti diketahui diabetes melitus adalah penyakit yang sulit disembuhkan dan dapat menyebabkan berbagai komplikasi. Untuk itu melakukan tindakan pencegahan akan jauh lebih baik daripada mengobati.